Jakarta, 10 Oktober 2010 07:00
Perkembangan zaman dan
teknologi informasi telah menggiring kaum muda untuk berkomunikasi dengan
caranya sendiri, hingga bisa mengancam bahasa Indonesia. "Bahasa Indonesia
yang baik dan benar pun jadi korbannya dan kalau mau menggunakan bahasa
Indonesia total saja. Jangan dicampur dengan bahasa rekaan sendiri atas nama
bahasa gaul," kata Ketua Program Studi Indonesia Universitas Indonesia,
Maria Josephine Mantik, di Jakarta, Sabtu (9/10). Dijelaskan Maria, bahasa Indonesia adalah identias bangsa, karenanya tidak pantas perkembangan zaman dan perubahan teknologi komunikasi menggerusnya.
Maria Josephine Mantik, di Jakarta, Sabtu (9/10). Dijelaskan Maria, bahasa Indonesia adalah identias bangsa, karenanya tidak pantas perkembangan zaman dan perubahan teknologi komunikasi menggerusnya.
Terlebih dasarnya
hanya, atas dasar pergaulan. Pergeseran itu tampak di kalangan remaja, utamanya
saat mengirim pesan singkat via telepon seluuler atau berkomunikasi di dunia
maya melalui akun Facebook. Salah satu contoh bahasa komunikasi mereka
yang dikatakan bahasa gaul adalah dengan menyingkat huruf dengan angka dalam
sebuah kata. Sebagai contoh kata Maria, "9ax aneh kok ay..slmet ya mo9a
lan99eng. amHIen". Kalimat itu artinya, "nggak aneh kok Ay,selamat ya
semoga langgeng. Amin."
Bahasa gaul atau yang kerap disebut bahasa "alay", menurut Maria, baik. Asal dikendalikan, jangan kebablasan seperti sekarang ini, setiap saat mempergunakan bahasa gaul, tidak lagi melihat tempat dan momennya. Untuk itulah diskusi ini digelar sebagai peringatan kepada anak muda untuk tidak terus menerus bercakap dengan bahasa gaul karena bahasa itu bisa merusak tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut Maria, munculnya bahasa gaul terjadi karena dinamika kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi komunikasi yang pesat turut mendorong perkembangan bahasa. Ditambah lagi dengan kemunculan situs jejaring sosial di dunia maya. Awal tahun 2000 kata Maria, menjadi titik penting,dikenalnya istilah bahasa gaul, terutama di kalangan anak muda.
Bahasa gaul atau yang kerap disebut bahasa "alay", menurut Maria, baik. Asal dikendalikan, jangan kebablasan seperti sekarang ini, setiap saat mempergunakan bahasa gaul, tidak lagi melihat tempat dan momennya. Untuk itulah diskusi ini digelar sebagai peringatan kepada anak muda untuk tidak terus menerus bercakap dengan bahasa gaul karena bahasa itu bisa merusak tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Menurut Maria, munculnya bahasa gaul terjadi karena dinamika kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi komunikasi yang pesat turut mendorong perkembangan bahasa. Ditambah lagi dengan kemunculan situs jejaring sosial di dunia maya. Awal tahun 2000 kata Maria, menjadi titik penting,dikenalnya istilah bahasa gaul, terutama di kalangan anak muda.
Masyarakat pengguna
media internet memanfaatkan bahasa gaul untuk berkomunikasi secara online.
Akhirnya penggunaan bahasa gaul tumbuh dengan subur di dunia maya. Bahasa gaul
atau "alay" berkembang karena remaja atau anak muda ingin diakui
statusnya di dalam pergaulan. Karena itulah, mereka rela mengubah gaya bicara,
mimik, bahasa tulisan, bahkan sampai mengubah gaya berpakaiannya.
Untuk mengendalikan itu
semua, peran orangtua, keluarga, pengajar, dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Jika tidak, penggunaan bahasa "alay" itu akan merusak penggunaan tata
bahasa Indonesia dan bahasa lainnya," papar Maria. Saat ini, tambah Maria,
pengetahuan kaum muda, termasuk mahasiswa dalam penggunaan bahasa Indonesia
sangat minim, ini diketahui saat mereka membuat makalah atau presentasi. Banyak
mahasiswa yang tidak mengerti penggunaan tata bahasa Indonesia karena kerap
menggunakan bahasa "alay" dalam percakapan sehari-hari. Sementara itu
pengamat komunikasiDian Budiargo menuturkan, penggunaan bahasa "alay"
bisa menyebabkan pembentukkan pemahaman yang mengkristal di kaum muda. Hal ini
dikhawatirkan akan merusak tatanan bahasa Indonesia.
"Seperti kata lu
dan gue, jika dua kata itu digunakan antar teman tidak akan menjadi masalah.
Namun jika digunakan pada acara formal, maka akan muncul anggapan rendahnya
tingkat profesionalisme seseorang dalam suatu hubungan kerja," ujar Dian.
Untuk menghindari makin hilangnya pemahaman kaum muda dan masyarakat tentang
bahasa Indonesia adalah perlunya ditanamkan kesadaran dan pemahaman membedakan
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai konteks," tutur
Dian.
Dian mengimbau kepada
masyarakat termasuk pendidik untuk menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa yang utama dan penting sebagai warga negara Indonesia. "Di
era global, penguasaan bahasa asing tetap diperlukan. Namun yang lebih penting
adalah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama. Sehingga kekhawtairan
kita akan buramnya penggunaan bahasa Indonesia di media digital yang dianggap
tidak baik dan tidak benar tidak akan terjadi," terang Dian. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar