Meskipun mereka bersahabat dan memiliki mata pencaharian yang sama, namun keduanya memiliki karakter yang berbeda. Wak Gantang sangatlah sabar dan baik hati, sedangkan Wak Cupak tidak seperti sahabatnya yang penyabar, ia sangat licik dan juga ceroboh.
Pada suatu hari, seperti biasa
kedua sahabat ini, Wak Cupak dan Wak Gantang, pergi ke sungai untuk mencari
ikan bersama. Sesampainya di tepian sungai, Wak Gantang langsung meletakkan
bubunya di dekat semak rumput yang mengapung di tepian sungai, sedangkan Wak
Cupak meletakkan bubunya di air yang sedikit dangkal tepat di bawah pohon
beringin yang besar sekali. Setelah selesai memasang bubu mereka masing-masing.
Keduanya pun pulang dengan berharap semoga saja hasilnya besok akan sangat
banyak.
Keesokan harinya, Wak Gantang
mengajak Wak Cupak pergi bersama melihat hasil tangkapan mereka. Setelah tidak
lama berjalan sambil berbincang tentang hasil ikan yang akan mereka peroleh,
sampailah mereka di tepian sungai tempat mereka kemarin memasang bubu. Wak
Gantang dengan cekatan mengambil bubu miliknya, dan hasilnya.... ikan yang
diperoleh sungguh sesuai dengan yang diharapkan. Lantas bagaimana dengan Wak
Cupak? Terlihat dari wajahnya, Wak Cupak sangat kecewa dan sedikit menahan
emosi.
Wak Gantang lalu bertanya, "gimane
gak tangkapan kau, Pak?". Tapi yang terjadi, “Halahhheee, nah! cobe gak
kau tengok, sekok pun tak ade yang nyangkot, mo jadi apelah ikan-ikan nih! Tak
ade sekali nak nyinggahkan di bubu aku, Tang...!", dengan nada kesal
sambil memperlihatkan bubunya yang kosong ke Wak Gantang. "Dahla....,
belom rejeki kaulah tuh, Pak...! kau pasang jak agik, sape tau gak kan besok
ade ikan yang nyangkot di bubu kau, bagos kau cari tempat laen jak lah! aku pon
mao masang bubu aku agik gak nih...", ucap Wak Gantang berusaha
menenangkan sahabatnya.
Wak Cupak pun lantas memasang
bubunya kembali di tempat yang lain, sedangkan Wak Gantang tetap memasang
bubunya di tempatnya semula. Setelah itu, mereka pun pulang. Di perjalanan, Wak
Cupak berkata pada Wak Gantang, "Tang, aku curige... jangan-jangan
ikan-ikan aku nih kena makan same jin penunggu pokok beringin tuh pula
ye???", sambil menepuk bahu Wak Gantang. "Hah, ngade-ngade jak kau
nih! Mane ade jin makan ikan. Ini ikan...aku punye banyak, kau ambek jak nih
berape kau mao, tapi jangan semue, kasi gak aku...", sambil menyodorkan
ember berisi ikan kepada Wak Cupak.
Hari berikutnya, Wak Cupak pergi hendak melihat hasil tangkapan ikan, namun kali ini ia tidak mengajak Wak Gantang pergi bersama. Sesampainya di sungai, ia langsung memeriksa bubunya tapi apa yang ia lihat...nihil. Kembali ia merasa marah. Kemudian diam-diam ia melihat bubu milik Wak Gantang, dan ternyata hasilnya banyak sekali ikan yang tertangkap. Muncul niat jahatnya, ia ambil semua ikan yang ada di bubu Wak Gantang dan dibawanya pulang ke rumah. Tidak lama ia sampai di rumah, Wak Gantang datang ingin mengajaknya pergi bersama melihat bubu, tapi ia menolak dengan alasan sedang sakit. Wak Gantang pun pergi sendiri ke sungai, sesampainya di sungai betapa terkejutnya ia melihat bubunya kosong, tidak ada satu pun ikan yang tertangkap di bubunya. Tapi Wak Gantang tetap bersyukur meskipun ia tidak mendapatkan hasil apa-apa. Wak Gantang pun memasang kembali bubunya di tempat yang lain.
Hari berikutnya, Wak Cupak pergi hendak melihat hasil tangkapan ikan, namun kali ini ia tidak mengajak Wak Gantang pergi bersama. Sesampainya di sungai, ia langsung memeriksa bubunya tapi apa yang ia lihat...nihil. Kembali ia merasa marah. Kemudian diam-diam ia melihat bubu milik Wak Gantang, dan ternyata hasilnya banyak sekali ikan yang tertangkap. Muncul niat jahatnya, ia ambil semua ikan yang ada di bubu Wak Gantang dan dibawanya pulang ke rumah. Tidak lama ia sampai di rumah, Wak Gantang datang ingin mengajaknya pergi bersama melihat bubu, tapi ia menolak dengan alasan sedang sakit. Wak Gantang pun pergi sendiri ke sungai, sesampainya di sungai betapa terkejutnya ia melihat bubunya kosong, tidak ada satu pun ikan yang tertangkap di bubunya. Tapi Wak Gantang tetap bersyukur meskipun ia tidak mendapatkan hasil apa-apa. Wak Gantang pun memasang kembali bubunya di tempat yang lain.
Keesokan harinya, lagi-lagi Wak
Gantang mendapati bubunya kosong dan hal ini terus terjadi hingga berhari-hari.
Kemudian Wak Gantang pun mulai menaruh curiga kepada sahabatnya, Wak Cupak,
karena beberapa hari belakang jika diajak melihat bubu di sungai selalu saja
menolak, dan saat Wak Gantang bercerita tentang tangkapan ikannya yang sudah
tidak banyak lagi, Wak Cupak selalu menjawab, "Udah aku kabarkan kau tuh,
pastilah ikan-ikan tuh dimakan JIN!!!". Tentunya Wak Gantang tidak percaya
dengan pernyataan sahabatnya itu. Hingga pada suatu hari, pagi-pagi sekali Wak
Gantang sudah pergi ke sungai, ia bersembunyi di semak rumput di tepian sungai,
ia ingin tahu apa penyebab bubunya selalu saja kosong. Selang beberapa menit,
terdengar suara orang berjalan mendekat ke arah bubunya, orang itu mulai
mengambil ikan-ikan yang tertangkap di bubunya, ketika orang itu berbalik. Wak
Gantang pun sontak terkaget-kaget melihat orang itu ternyata adalah sahabatnya
sendiri, Wak Cupak. Apa yang dicurigainya selama ini memang benar adanya. Wak
Gantang merasa kecewa dengan kelakuan sahabatnya yang telah mengkhianati
kepercayaannya. Namun Wak Gantang tidak tinggal diam, ia ingin memberi
pelajaran kepada sahabatnya itu agar jera dan tidak melakukan hal curang
seperti itu lagi.
Sampai pada keesokan hari, Wak Gantang mengajak Wak Cupak memasang bubu bersama di sungai. Setelah mereka selesai memasang bubu, keduanya pun pulang. Namun, pada sore harinya, Wak Gantang kembali ke sungai, ia mengambil bubu milik Wak Cupak, dan menaruhnya di dahan pohon beringin besar itu. Barulah besok paginya, mereka pergi bersama lagi untuk melihat hasil tangkapan mereka. Tapi sesampainya di sungai, tiba-tiba Wak Cupak berteriak sekuat tenaga, "HHHooooyyy, hhhaalllaaaahhhhmmmmaaaaaaaakkkk!!!! ngape pula bubu aku jadi nyangkot di pokok berantu nih hoy!", sambil menepuk dadanya sendiri. Mendengar teriakan itu, Wak Gantang pun langsung menghampiri sahabatnya dan bertanya, "ngape kau, Pak??? teriak-teriak tak tentu rudu, macam orang kemaso'an....!". "Cobelah kau tengok bubu aku tuh haaaa, macem manelah care die tuh bise manjat ke pohon, bubu aku nih tak lah punye kaki same tangan, ngape pula jadi bise macem gitu...??? hhaallaah heee...,pastilah kerjaan JIN pokok ini nih, cayak jak aku!", ucapnya sambil terengah-engah. Sambil menahan tawa, Wak Gantang berpura-pura berusaha menenangkan sahabatnya, "udahlah...,kau teriak-teriak pon nda ade gunenye gak be...,tak kan lah bise turun sorang bubu kau tuh, bagos kau tenang-tenang lok, udah tenang......haaa kau naek, manjat...., ambeklah bubu kau tuh, yeeee...!"
Setelah merasa tenang, Wak Cupak pun memberanikan diri untuk memanjat pohon beringin itu untuk mengambil bubunya. Sesampainya ia di tempat bubunya tersangkut, ia melihat di dalam bubu tersebut ada seekor burung kecil, bulunya cantik, berwarna hitam dan di bagian leher burung tersebut seperti ada kalung berwarna putih (Penduduk setempat menamainya Burung Kuci Periuk). Oleh Wak Cupak, burung itu lantas diambilnya dan dibawa pulang, tapi di perjalanan menuju rumah, Wak Gantang berkata, "Heh, Pak, baek-baek burung tuh yang punye JIN penunggu pokok itu, kualat nanti kau, bagos kau balekkan!". "Haa, merampot jak! daripade aku tak dapat ape-ape same sekali, bagos gak burung ini aku bawa pulang, aku masak, kan sedaaapppp! hahaha", jawabnya sambil tertawa puas.
Sesampainya di rumah, Wak Cupak segera menyiapkan burung itu untuk segera dimasak, ia pun langsung meracik bumbu, rempah dan bumbu masak lain ia tumbuk jadi satu hingga halus untuk menambah rasa enak masakannya. Setelah selesai memasak, disantapnyalah burung Kuci Periuk tersebut dengan lahap. Namun tak berapa lama kemudian, tiba-tiba ia merasakan sakit perut yang luar biasa.
Beberapa hari kemudian, Wak Gantang mulai mencari-cari sahabatnya, sejak hari itu ia tidak lagi melihat sahabatnya keluar rumah. Maka pergilah ia ke rumah Wak Cupak, sesampainya di rumah Wak Cupak... Wak Gantang terkejut melihat kondisi Wak Cupak yang terlihat sangat kurus, tubuhnya terbaring lemah di dipan sambil memegangi perutnya. "Eh, kau ngape, Pak?", tanya Wak Gantang sedikit khawatir. "Adduuhh..., aa...duuuhh...,uuuhh...", ringis Wak Cupak. "Sakit, waakk.... perut aku rase kena adok-adok....,malar nak teberak-berak jak....", sambung Wak Cupak sambil menahan sakit perutnya. "haayeeee...,kau salah makan ape....", tanya Wak Gantang lagi. "Entahlah, Tang...ee! kualat dah kali aku same burung itu tuh. Amponnn... ampoonnn lah dahhh, Tang...., nda agik-agik aku makan burung itu...., sekali ni jak rase dah nak mati kawan kau nih! hhhaaaaaaalllaaaaaaaaaaaaa....... uuuhhhh....!", ucap Wak Cupak masih menahan sakit. "Aku sumpahkan, tujuh turonan, sapepun lah yang ngacau burung itu, tak selamat idopny...!!!", sambung Wak Cupak.
Sampai pada keesokan hari, Wak Gantang mengajak Wak Cupak memasang bubu bersama di sungai. Setelah mereka selesai memasang bubu, keduanya pun pulang. Namun, pada sore harinya, Wak Gantang kembali ke sungai, ia mengambil bubu milik Wak Cupak, dan menaruhnya di dahan pohon beringin besar itu. Barulah besok paginya, mereka pergi bersama lagi untuk melihat hasil tangkapan mereka. Tapi sesampainya di sungai, tiba-tiba Wak Cupak berteriak sekuat tenaga, "HHHooooyyy, hhhaalllaaaahhhhmmmmaaaaaaaakkkk!!!! ngape pula bubu aku jadi nyangkot di pokok berantu nih hoy!", sambil menepuk dadanya sendiri. Mendengar teriakan itu, Wak Gantang pun langsung menghampiri sahabatnya dan bertanya, "ngape kau, Pak??? teriak-teriak tak tentu rudu, macam orang kemaso'an....!". "Cobelah kau tengok bubu aku tuh haaaa, macem manelah care die tuh bise manjat ke pohon, bubu aku nih tak lah punye kaki same tangan, ngape pula jadi bise macem gitu...??? hhaallaah heee...,pastilah kerjaan JIN pokok ini nih, cayak jak aku!", ucapnya sambil terengah-engah. Sambil menahan tawa, Wak Gantang berpura-pura berusaha menenangkan sahabatnya, "udahlah...,kau teriak-teriak pon nda ade gunenye gak be...,tak kan lah bise turun sorang bubu kau tuh, bagos kau tenang-tenang lok, udah tenang......haaa kau naek, manjat...., ambeklah bubu kau tuh, yeeee...!"
Setelah merasa tenang, Wak Cupak pun memberanikan diri untuk memanjat pohon beringin itu untuk mengambil bubunya. Sesampainya ia di tempat bubunya tersangkut, ia melihat di dalam bubu tersebut ada seekor burung kecil, bulunya cantik, berwarna hitam dan di bagian leher burung tersebut seperti ada kalung berwarna putih (Penduduk setempat menamainya Burung Kuci Periuk). Oleh Wak Cupak, burung itu lantas diambilnya dan dibawa pulang, tapi di perjalanan menuju rumah, Wak Gantang berkata, "Heh, Pak, baek-baek burung tuh yang punye JIN penunggu pokok itu, kualat nanti kau, bagos kau balekkan!". "Haa, merampot jak! daripade aku tak dapat ape-ape same sekali, bagos gak burung ini aku bawa pulang, aku masak, kan sedaaapppp! hahaha", jawabnya sambil tertawa puas.
Sesampainya di rumah, Wak Cupak segera menyiapkan burung itu untuk segera dimasak, ia pun langsung meracik bumbu, rempah dan bumbu masak lain ia tumbuk jadi satu hingga halus untuk menambah rasa enak masakannya. Setelah selesai memasak, disantapnyalah burung Kuci Periuk tersebut dengan lahap. Namun tak berapa lama kemudian, tiba-tiba ia merasakan sakit perut yang luar biasa.
Beberapa hari kemudian, Wak Gantang mulai mencari-cari sahabatnya, sejak hari itu ia tidak lagi melihat sahabatnya keluar rumah. Maka pergilah ia ke rumah Wak Cupak, sesampainya di rumah Wak Cupak... Wak Gantang terkejut melihat kondisi Wak Cupak yang terlihat sangat kurus, tubuhnya terbaring lemah di dipan sambil memegangi perutnya. "Eh, kau ngape, Pak?", tanya Wak Gantang sedikit khawatir. "Adduuhh..., aa...duuuhh...,uuuhh...", ringis Wak Cupak. "Sakit, waakk.... perut aku rase kena adok-adok....,malar nak teberak-berak jak....", sambung Wak Cupak sambil menahan sakit perutnya. "haayeeee...,kau salah makan ape....", tanya Wak Gantang lagi. "Entahlah, Tang...ee! kualat dah kali aku same burung itu tuh. Amponnn... ampoonnn lah dahhh, Tang...., nda agik-agik aku makan burung itu...., sekali ni jak rase dah nak mati kawan kau nih! hhhaaaaaaalllaaaaaaaaaaaaa....... uuuhhhh....!", ucap Wak Cupak masih menahan sakit. "Aku sumpahkan, tujuh turonan, sapepun lah yang ngacau burung itu, tak selamat idopny...!!!", sambung Wak Cupak.
Wak Gantang pun mulai berpikir,
ucapannya tentang burung Kuci Periuk itu sebenarnya hanyalah gurauan sekedar
ingin menakut-nakuti sahabatnya. Tapi melihat kondisi sahabatnya, ia pun mulai
terpengaruh dengan gurauan yang ia buat sendiri, terlebih saat mendengar sumpah
sahabatnya itu. Padahal musibah yang menimpa Wak Cupak bukanlah karena telah
salah memakan burung Kuci Periuk, melainkan ini disebabkan oleh kecerobohan Wak
Cupak sendiri saat meracik bumbu masak untuk mengolah burung tersebut menjadi
makanan. Ia salah memasukan biji buah Melekian (buah yang dianggap berkhasiat
untuk mencuci perut) yang dipikirnya adalah biji asam jawa ke dalam racikan
bumbu untuk memasak burung Kuci Periuk itu. Maka sampai sekarang penduduk
setempat memercayai akan hal ini, tidak seorang pun yang berani mengganggu
apalagi memburu burung Kuci Periuk. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar