Halaman

Sabtu, 12 Mei 2012

PROLOG

Pada dasarnya banyak yang beranggapan bahwa mempelajari materi Bahasa Indonesia secara teoritis itu sangat sulit dan terkesan rumit. Meskipun sebenarnya jelas bahasa yang dipelajari ini adalah bahasa yang tidak jarang kita gunakan di keseharian kita. Pada situasi formal, misalnya pada kegiatan belajar mengajar di sekolah, saat presentasi atau rapat di kantor, ketika menyampaikan pidato resmi dari upacara bendera setiap hari Senin di sekolah sampai acara resmi kenegaraan. Semua kegiatan tersebut kita tidak lepas dari penggunaan bahasa, yakni bahasa Indonesia. Jadi, masih kah kita berpikir wajar jika masih ada siswa yang tidak lulus ujian atau mendapat nilai rendah untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia?

Diketahui bahwa ada beberapa hal yang memengaruhi kesalahpahaman terhadap pelajaran ini. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan bahasa baik dalam ragam tulisan dan terlebih pada ragam lisan masih terpengaruh dengan bahasa daerah dan asing, sehingga anak/siswa beranggapan apa yang sering mereka dengar itulah bahasa (kata) yang baku. Jadi, ketika guru menjelaskan kebenarannya tidak jarang siswa justru menyanggahnya.
2. Adanya kesimpangsiuran dalam ketetapan materi, penyampaian materi yang berlainan antara sumber yang satu dengan yang lain mengakibatkan siswa kebingungan. Seperti pada kasus ketika seorang siswa menanyakan bentuk baku dari suatu kata kepada tentor di tempat ia mendapat bimbinga tambahan belajar, jawaban yang ia terima dari tentor ternyata berlainan dengan apa yang disampaikan gurunya di sekolah.
3. Perubahan yang dinamis pada bahasa seperti penambahan kosa kata atau proses pembakuan kata juga menjadi faktor dalam kesulitan mempelajari bahasa Indonesia.
4. Selain ketiga hal di atas, faktor lainnya adalah kurangnya minat baca dan pengetahuan siswa terhadap ilmu murni bahasa. Di sekolah-sekolah pada umumnya tidak mengajarkan materi kebahasaan secara murni dan lebih kepada penerapannya, seperti pada aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, serta kemampuan sastra. Padahal sebelum mencapai ke aspek-aspek tersebut, banyak hal yang perlu dipelajari siswa, dan materi kebahasaan murni yang dianggap tidak begitu penting ini pun pada akhirnya hanya dijadikan sebagai materi pengayaan. Tapi pada kenyatannya, materi-materi penganyaan ini justru muncul pada soal-soal tes masuk perguruan tinggi/ universitas bahkan terdapat pula pada soal-soal tes seleksi calon pegawai sebagai ujian kemampuan dasar. Kemampuan dasar, banyak orang yang mengacukan hal-hal dasar yang pada hakikatnya hal dasar adalah pondasi awal terbentuknya teori-teori baru. Tanpa ada hal dasar, tidak akan ada teori baru.
Kesadaran tentang dampak yang diakibatkan proses belajar khususnya materi pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah muncul setelah melihat hasil yang diperoleh siswa. Kemudian barulah para pengajar sibuk "membongkar berkas lama" untuk me-review-nya kembali. Penguasaan materi yang dipelajarai dengan sistem SKS, sehingga penyampaiannya pun terpaksa menggunakan metode textbook. Tapi tidak mengapa jika masih ada kemauan untuk memperbaiki, dan berusaha memberikan "apa yang seharusnya diberikan kepada yang berhak menerima".
Maka dari itu, berdasarkan penjelasan masalah sebelumnya, pada blog ini akan dipaparkan materi-materi tentang kebahasaan sesuai dengan materi pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk seterusnya, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi perbaikan dan penyempurnaan matero yang dipaparkan pada blog ini tentunya. Atas perhatian rekan-rekan, terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar