Ini kisah berawal dari dua orang
sahabat, yang keduanya bernama Wak Cupak dan Wak Gantang. Mereka tinggal di
sebuah dusun, namanya Desa Mengkudu, Dusun Cangkok Manis (yang sekarang lebih
dikenal dengan sebutan Kubu Padi, Mandor, Kabupaten Pontianak). Dua orang
sahabat ini memunyai pekerjaan yang sama, yakni mencari ikan di sungai dengan
menggunakan bubu (alat penangkap ikan yang berbentuk corong dan terbuat dari
anyaman bambu rotan).
Halaman
▼
Sabtu, 12 Mei 2012
SEMANGKA EMAS
Pada
zaman dahulu kala, di Sambas hiduplah seorang saudagar yang kaya raya. Saudagar
tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama
Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Muzakir sangat loba dan kikir.
Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang saja. Ia tidak perduli kepada
orang-orang miskin. Sebaliknya Dermawan sangat berbeda tingkah lakunya. Ia
tidak rakus dengan uang dan selalu bersedekah kepada fakir miskin.
BUKIT KELAM
Alkisah,
di Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah dua orang pemimpin
dari keturunan dewa yang memiliki kesaktian tinggi, namun keduanya memiliki
sifat yang berbeda. Yang pertama bernama Sebeji atau dikenal dengan Bujang
Beji. Ia memiliki sifat suka merusak, pendengki dan serakah. Tidak seorang pun
yang boleh memiliki ilmu, apalagi melebihi kesaktiannya. Oleh karena itu, ia
kurang disukai oleh masyarakat sekitar, sehingga sedikit pengikutnya. Sementara
seorang lainnya bernama Temenggung Marubai. Sifatnya justru kebalikan dari
sifat Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka menolong, berhati mulia, dan rendah
hati.
BATU MENANGIS
Alkisah,
di sebuah desa terpencil di daerah Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah
seorang janda tua dengan seorang putrinya yang cantik jelita bernama Darmi.
Mereka tinggal di sebuah gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah Darmi
meninggal, kehidupan mereka menjadi susah. Ayah Darmi tidak meninggalkan harta
warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ibu Darmi bekerja
di sawah atau ladang orang lain sebagai buruh upahan.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya, bahasa
Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa, baik dari bahasa daerah maupun
dari bahasa asing, seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia
dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur asing yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle
cock, dan de l'homme par l'homme. Unsur-unsur itu dipakai dalam
konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih
mengikuti cara asing.
PENULISAN TANDA BACA
Penggunaan tanda baca pada sebuah kalimat perlu diperhatikan, baik dari fungsi maupun penempatannya. Beberapa tanda baca yang sering digunakan adalah tanda-tanda baca yang berkaitan dengan kalimat-kalimat yang sering digunakan sehari-hari. Misalnya, tanda baca untuk kalimat berita (.), tanda baca untuk kalimat pertanyaan (?), tada baca untuk kalimat ajakan atau perintah (!). Selain tanda-tanda baca tersebut, masih banyak terdapat tanda baca yang perlu kita perhatikan penggunannya. Maka dari itu, pada bagian ini dijelaskan berbagai macam tanda baca dan penggunaannya yang tepat.
PENULISAN KATA
Pada bagian ini dijelaskan berbagai jenis kata berdasarkan bentuk dan penggunannya dalam sebuah kalimat.
A. Kata Dasar
A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Buku itu
sangat menarik.
Ibu sangat
mengharapkan keberhasilanmu.
Kantor pajak
penuh sesak.
Dia bertemu dengan
kawannya di kantor pos.
PEMAKAIAN HURUF
Penggunaan huruf pada kata berkaitan dengan fonologi (ilmu yang mempelajari tentang bunyi). Dalam bahasa Indonesia, jumlah abjad yang diketahui terdapat 26 huruf, yang terdiri dari 5 huruf vokal (a,i,u,o,e) dan 21 huruf konsonan (b,c,d,f,g,h,j,k,l,m,n,p,q,r,s,t,u,v,w,x,y,z). Selain huruf-huruf tersebut, adapun kaitannya dengan ilmu fonologi, bunyi-bunyi yang ditimbulkan berdasarkan huruf-huruf itu dapat bermacam-macam.
PROLOG
Pada dasarnya banyak yang beranggapan bahwa mempelajari materi Bahasa Indonesia secara teoritis itu sangat sulit dan terkesan rumit. Meskipun sebenarnya jelas bahasa yang dipelajari ini adalah bahasa yang tidak jarang kita gunakan di keseharian kita. Pada situasi formal, misalnya pada kegiatan belajar mengajar di sekolah, saat presentasi atau rapat di kantor, ketika menyampaikan pidato resmi dari upacara bendera setiap hari Senin di sekolah sampai acara resmi kenegaraan. Semua kegiatan tersebut kita tidak lepas dari penggunaan bahasa, yakni bahasa Indonesia. Jadi, masih kah kita berpikir wajar jika masih ada siswa yang tidak lulus ujian atau mendapat nilai rendah untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia?